Sosial-Demokrasi Baru ala Lula

Alvino Kusumabrata
5 min readDec 3, 2022

--

Pada 2022 ini, Brasil telah mengadakan pemilihan presiden.

Sama halnya di Indonesia, Presiden Brasil dipilih secara langsung oleh masyarakatnya; setiap kandidat presiden pada putaran pertama dengan lebih dari 50% mutlak akan menang, tidak ada peran parlemen atau lembaga lainnya.

Jika tidak, dua kandidat dengan suara terbanyak akan melaju dan bertarung politik pada putaran kedua.

Dilansir dari The Guardian, putaran pertama berhasil dilaksanakan pada hari Minggu, 2 Oktober 2022, dengan 11 kandidat. Karena tidak ada satu pun kandidat yang lolos kualifikasi lebih besar dari 50% suara, secara otomatis dua kandidat dengan suara terbanyak saat itu lolos putaran kedua.

Dua kandidat itu diisi oleh Luiz Inácio Lula da Silva (Lula) dan Jair Bolsonaro.

Siapa itu Lula? Andre Pagliarini, dalam artikel "Why Brazilian Workers Love Lula", menyatakan bahwa Lula adalah aktivis buruh atau "intelektual kelas pekerja". Kemudian ia seorang kiri yang diusung oleh Partai Buruh (Partido dos Trabalhadores, PT) sebagai kandidat presiden pada 2022. Sebelumnya ia pernah menjabat Presiden Brasil pada periode 2003-2010.

Di lain sisi, siapa sebenarnya Jair Bolsonaro? Dikutip dari Britannica, Bolsonaro adalah politisi sayap kanan dan mantan kapten. Ia kandidat petahana Presiden Brasil sebelum dikalahkan oleh Lula pada 2022.

Pada hari Minggu (31/10), Brasil menyaksikan hari bersejarah di mana Lula menjadi presiden Brasil untuk kedua kalinya. Lula menjadi presiden Brasil dengan setelah mengalahkan kandidat petahana Bolsonaro dengan skor tipis, yakni 50,9% untuk mantan aktivis buruh tersebut dan 49,1% untuk petahana sayap kanan itu.

Sebagaimana dikutip dari majalah TIME, Lula menyampaikan pidato yang bertema catatan perdamaian serelah kemenangannya. " “Mulai 1 Januari 2023, saya akan memerintah untuk 215 juta orang Brasil dan bukan hanya untuk mereka yang memilih saya,” kata Lula. “Tidak ada dua orang Brasil. Kita adalah satu negara, satu bangsa, dan satu bangsa yang besar.”

Dengan demikian, kemenangan Lula menjadi hal yang istimewa bagi para Kiri di Amerika Latin. "Dengan kemenangan Lula dari Partai Buruh Brasil dalam pilpres hari ini (31/10), maka tambah lagi pemerintahan Kiri di Amerika Latin setelah Venezuela, Cile, Kolumbia, Bolivia, Peru, Nikaragua, Honduras, Argentina, Meksiko, dan Kuba," tulis IndoPROGRESS, media kiri Indonesia.

Dua Periode Sosial-Demokrasi

Menilik kebijakan sosial-demokrasi Lula pada dua periode sebelumnya, menurut transkrip wawancara Cameron Abadi dan Adam Tooze dalam Foreign Policy, seluruh kebijakan ekonominya berorientasi kepada masyarakat pekerja. Pertama, kemiskinan turun sekitar 40%. Kedua, tingkat pendaftaran sekolah dasar melonjak sehingga, setidaknya, masyarakat Brasil dapat mengenyam pendidikan. Ketiga, elektrifikasi hingga ke pedalaman Amazon. "Ini bukan ekonomi menetes ke bawah seperti keran, dengan sangat sengaja menyalurkan sumber daya untuk mengalir ke bawah," ucap Adam Tooze

Bolsa Familia, ialah satu program revolusioner yang diterapkan Lula pada dua periode kepemimpinan sebelumnya. Menurut Olavo Passos de Souza, dalam artikelnya di Jacobin, Bolsa Familia adalah salah satu program ekonomi kesejahteraan baru. Ia menyasar bagi masyarakat berpendapatan rendah yang membantu mengangkat puluhan juta orang keluar dari kemiskinan pada 2000-an. Berupa transfer tunai bersyarat, Bolsa Familia berpusat pada ibu dan pada anak-anak yang bersekolah dan melakukan lemerikasaan kesehatan dasar. "... [Sehingga] mengikat ibu dan anak-anak mereka ke dalam pendidikan dan sistem kesehatan untuk memastikan bahwa Anda mendapatkan hasil modal manusia yang maksimal dari ini," Adam Tooze menambahkan.

Persoalan kebijakan terhadap Amazon pun dikerahkan oleh Lula pada dua periode sebelumnya. Kendati agribisnis berkembang pesat sejak 1990-an, Amazon nyatanya 'dihijaukan' kembali olehnya. Sehingga, akibat dampak penghijauan Amazon, manufaktur Brasil turun dari 26% menjadi sekitar 10%.
Walau begitu, Adam Tooze mengingatkan pelajaran khusus terhadap Amazon bagi golongan Kiri di Amerika Latin. "Refleksi diri yang kritis adalah bahwa mereka [golongan Kiri] semua pada dasarnya mendukung ledakan komoditas pertanian di awal tahun 2000-an. Dan ini tidak mengarah pada transformasi masyarakat dan, tentu saja, menghasilkan kerusakan tambahan berupa kerusakan lingkungan".

Menakar Sosial-Demokrasi Baru Brasil
Periode kekacauan ekonomi dan politik berkepanjangan yang dilakukan Bolsonaro telah menambah beban baru bagi Lula. Leonardo Fontes, dalam artikelnya di LSE: Latin American and Carribean, menuturkan bahwa neoliberalisme Bolsonaro semakin dikencangkan di Brasil.

"... neoliberalisme mengikuti prinsip-prinsip ideologis yang serupa dengan pendahulunya dan berusaha untuk menarik atau mengurangi seminimal mungkin mekanisme perlindungan sosial, lingkungan, dan moneter. Akibatnya, tanah, tenaga kerja, dan uang akan tunduk pada "hukum" persaingan bebas dan kemungkinan pemangsaan," tulisnya. Pun juga ditambah proses privatisasi layanan publik, pemangkasan peraturan kerja dan lingkungan, serta penghematan fiskal menambah noda hitam di Brasil.

Alhasil terjadi ketidakpuasan di kalangan masyarakat Brasil, intensifikasi krisis iklim, pemusatan lingkar kekayaan, dan terancamnya demokrasi.

Ambil contoh ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi Brasil telah menunjukkan gejala yang kronis. Menurut Naiara Galarraga Gortázar, dalam media EL PAÍS, yang mengutip studi Universitas São Paulo, menyebut "1% pria kulit putih terkaya di negara ini memiliki pendapatan lebih banyak daripada semua wanita kulit hitam dan mestizo jika digabungkan." Atau, "700.000 pria memegang 15% dari pendapatan nasional, sementara wanita ini—yang merupakan kelompok demografis terbesar di Brasil—hanya memiliki 14,3%".

Bagaimana Lula menghapus kekacauan ini? Dalam wawancaranya dengan The Economist, sebagaimana dikutip dari Tirto, Lula menyebutkan: "Prioritas saya adalah memastikan setiap orang bisa sarapan, makan siang, dan makan malam setiap hari.” Narasi ini kemudian diulang oleh Lula, sebagaimana ditulis Tribune, Orang-orang akan makan steak dan minum bir lagi… mereka akan bahagia lagi."

Langkah awal setelah Lula terpilih menjadi presiden, menurut Sekar Kinasih dalam tulisannya di Tirto.id, "Melakukan rapat dengan para gubernur untuk membahas proyek prioritas di setiap negara bagian yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja, seperti pembuatan jalur kereta, jalan tol, perumahan, sampai di bidang sanitasi."

Dikutip dari Wall Street Journal, Lula berjanji untuk menempatkan keluarga termiskin di pusat pemulihan ekonomi negara dengan meningkatkan upah minimum dan pengampunan beberapa utang untuk meningkatkan konsumsi.

Dengan inilah, seluruh harapan tertuju pada Lula. Masa depan Brasil akan lebih menentukan dan jelas jika dipimpin oleh pemimpin Kiri seperti Lula—mengingat rekam jejaknya yang gamblang pada dua periode sebelumnya. Neoliberalisme yang telah berakar kuat mengakibatkan "orang terjerumus ke dalam hutang, ketidakamanan dan keterasingan, ada koalisi aktivis, serikat pekerja dan gerakan sosial yang terus tumbuh yang menyerukan redistribusi massal kekayaan, kekuasaan, dan kepemilikan," tulis Jeremy Corbyn, dalam Tribune.

Dukungan dari akar rumput yang masif, gerakan kelas pekerja yang multi-ras, serta mendapat restu dari masyarakat yang mendiami Amazon, membuat seluruh harapan masyarakat tertuju pada Lula sendiri. Mampukah Sosial-Demokrasinya memikat rakyat Brasil kembali?

--

--